Ngaben adalah upacara Pitra Yadnya, rangkain upacara Ngaben
salah satunya prosesi pembakaran mayat yang bertujuan untuk menyucikan
roh leluhur orang sudah meninggal. Tradisi ini masih dilakukan secara
turun-temurun oleh hampir semua masyarakat Hindhu di Bali. Menurut Agama
Hindhu terutama di Bali, tubuh manusia terdiri dari badan halus dan
badan kasar juga karma. Badan kasar terdiri dari 5 unsur yaitu zat
padat, cair, panas, angin dan ruang hampa, lima elemen ini disebut Panca
Maha Bhuta, pada saat meninggal lima elemen ini akan menyatu kembali ke
asalnya, dan badan halus yang berupa roh yang meninggalkan badan kasar
akan disucikan pada saat upacara Ngaben. Dan karma/ hasil perbuatan yang
dilakukan selama hidup, akan selalu melekat dan akan berpengaruh kepada
kehidupan selanjutnya dan saat reinkarnasi.
Berikut beberapa gambar yang diambil tanggal 28 Juli 2012 saat upacara Ngaben di Dadia Dalem Prajurit desa Culik, Abang, Kabupaten Karangasem.
Sabtu, 12 Januari 2013
Tradisi Subak
Istilah subak hanya
dikenal di Bali, yang khusus mengatur sistem pengairan sawah yang
digunakan oleh para petani Bali dalam bercocok tanam padi. Istilah ini
sudah mulai dikenal dikalangan turis lokal maupun mancanegara, walaupun
dalam kunjungannya ke objek wisata, kebanyakan dari mereka hanya
mengagumi pemandangan alam dengan hamparan persawahan yang berundak (rice terrace)
melihat petani saat panen, jarang mengetahui secara detail, bagaimana
proses pembibitan, proses pembajakan, saat mulai bercocok tanam, sistem
pengairannya, prosesi upacara keagamaan di Pura Ulun Carik / Bedugul,
sampai akhirnya mereka panen.
Tradisi Megibung
Selain memiliki tempat wisata yang indah, Bali juga kaya dengan budaya dan tradisi unik, salah satunya megibung,
adalah merupakan salah satu tradisi warisan leluhur, dimana merupakan
tradisi makan bersama dalam satu wadah. Selain makan bisa sampai puas
tanpa rasa sungkan, megibung penuh nilai kebersamaan, bisa sambil
bertukar pikiran, bersenda gurau, bahkan bisa saling mengenal atau lebih
mempererat persahabatan sesama warga. Makan bersama atau megibung ini,
dalam setiap satu wadah terdiri dari 5-8 orang, memang merupakan wujud
kebersamaan tidak ada perbedaan antara laki dan perempuan juga perbedaan
kasta ataupun warn, semua duduk berbaur dan makan bersama, tapi pada
perkembangan berikutnya antara laki dan perempuan dipisahkan, tapi kalu
masih dalam satu keluarga ataupun tetangga, mereka memilih
bergabung.Tradisi ini masih tertanam kuat di daerah Karangasem Bali.
Tradisi Gebug Ende
Ada banyak budaya dan tradisi unik warisan leluhur di Bali, dan beberapa ada di Kabupaten karangasem seperti tradisi megibung, kain geringsing di Tenganan dan yang satu ini adalah Gebug Ende atau Gebug Seraya.
Seperti namanya tradisi ini berasal dari Desa Seraya, sedangkan Gebug
berarti memukul dengan sekuat tenaga dengan tongkat rotan (penyalin)
sepanjang 1,5 – 2 meter dan Ende berarti tameng yang digunakan untuk
menangkis pukulan. Gebug Ende ini ada unsur seni, seperti seni tari yang
dipadukan dengan ketangkasan para penarinya memainkan tongkat dan
tameng, dimana saat atraksi ini dilakukan, diiringi dengan iringan musik
gamelan, yang memacu semangat para penari untuk saling memukul,
menhindar dan menangkis. Desa Seraya terletak sekitar 15 km dari objek
wisata Candidasa, atau sekitar 2,5 jam perjalanan dengan kendaraan dari bandara Ngurah Rai.
Tradisi Perang Pandan
Salah satu desa Bali Aga yang masih mempertahankan
pola hidup secara tradisional ada di kabupaten paling Timur pulau Bali,
yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan.
Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10
km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh
sekitar 90 menit dengan kendaraan
bermotor ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.Sebelum prosesi perang
pandan dimulai, warga Tenganan melakukan ritual berkeliling desa.
Tradisi Omed Omedan
Tradisi omed-omedan
ataupun med-medan yang berarti tarik-menarik dalam bahasa Indonesia, ini
diikuti oleh pemuda dan pemudi yang belum menikah, berumur antara 17-30
tahun, med-medan atau tarik-menarik diikuti adegan berciuman antara
satu pemuda dan pemudi.Tradisi ini memang tergolong sangat unik dan
membuat kita penasaran, prosesi ini hanya dirayakan sehari setelah
upacara Nyepi atau pada hari Ngembak Geni, tanggal 1 pada tahun Baru
Caka kalender Bali. Tradisi unik ini dirayakan di desa Sesetan,
Denpasar Selatan, Denpasar. Prosesi omed-omedan ini di mulai dari acara
persembahyangan bersama, kemudian dibagi menjadi 2 kelompok pemuda dan
pemudi yang saling berhadapan, saling tarik-menarik, berpelukan dan
berciuman ditonton oleh ribuan warga, bagi yang tidak berhasil mencium
pasangannya dihadiahi siraman air sehingga menambah keriuhan suasana.
Jika anda sedang wisata ataupun liburan ke Bali, coba saja saksikan
tradisi unik ini, hanya sekitar 15 menit dengan kendaraan dari bandara.
Tradisi Grebek Mekotekan
Gerebek Mekotek atau lebih dikenal dengan Mekotek merupakan salah satu tradisi di Bali yang hanya ada di desa Munggu, kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung. Lokasinya tidak begitu jauh dari objek wisata Tanah Lot. Perayaannya tepat pada Hari Raya Kuningan atau 10 hari setelah Hari Raya Galunagn. Pelaksanaan upacara Mekotek
pada walnya diselenggarakan untuk menyambut armada perang kerajaan
Mengwi yang melintas di daerah Munggu yang akan berangkat ke medan laga,
juga dirayakan untuk menyambut pasukan saat mendapat kemenangan perang
dengan kerajaan Blambangan di Pulau Jawa. Dulu pada jaman kolonial
Belanda tradisi ini pernah ditiadakan, tapi kemudian terjadi bencana,
tiba-tiba 11 orang meninggal di kalangan warga Munggu, kemudian melalui
perundingan yang alot dengan pihak kolonial, perayaan ini bisa kembali
dirayakan sampai sekarang ini
Tradis Pemakaman Desa Trunyan
eunikan tradisi pemakaman mayat di Desa Trunyan
sampai sekarang ini masih mejadi tradisi yang dilakukan secara turun
temurun oleh warga setempat. Prosesi orang meninggal di Bali, biasanya
dikubur ataupun dibakar. Tapi kalau di desa Trunyan tidak seperti itu,
tubuh orang yang sudah meninggal melalui sebuah prosesi dan akhirnya
dibungkus dengan kain kapan, dan selanjutnya ditaruh di atas tanah di
bawah taru menyan, dikelilingi anyaman dari pohon bambu atau yang
disebut ancak saji. Unik bukan…yang cukup aneh juga mayat tidak
mengeluarkan bau sedikitpun. jadi kalu kebetulan anda wisata ke Bali dan
mengunjungi tempat ini tidak perlu takut dengan bau yang menyengat,
karena mungkin bau tersebut sudah diserap oleh Taru/ pohon Menyan yang
tumbuh besar di areal pemakaman. Desa Trunyan memang merupakan desa Tua
di Bali, yang masih memegang teguh warisan dan tradisi leluhur.
Tradisi Upacara Bukakak
Upacara Bukakak, salah satu budaya dan tradisi unik yang hanya ada di Bali Utara, tepatnya di desa Adat Sangsit,
Kecamatan Sawan, Buleleng. Begitu banyaknya budaya warisa leluhur yang
masih terjaga dengan baik di Bali. Tujuan dari Upacara Bukakak ini
untuk melakukan permohonan kepada Sanghyang Widhi Wasa dalam
manifestasinya sebagai Dewi Kesuburan agar diberikan kesuburan kepada
tanah-tanah pertanian mereka supaya hasil panennya berlimpah ruah.
Tradisi ini hanya dilakukan di daerah Singaraja, jika kebetulan anda
sedang wisata di Bali dan melakukan perjalanan tour ke daerah Bali Utara
seperti Lovina anda bisa menyaksikan prosesi upacara ini pada bulan April kalender Jawa atau bulan punama sasih kedasa menurut kalender Bali.
Ritual Agung Briyang
Ritual Agung Briyang di
rayakan setiap 3 tahun sekali pada purnamaning sasih kedasa kalender
Hindu Bali, perayaan ini hanya ada di desa tua Sidetapa Buleleng, lokasi
desa ini sekitar 40 km barat laut kota Singaraja. Tujuan mengadakan
upacara Agung Briyang adalah untuk melawan dan mengusir roh-roh jahat.
Peserta ritual ini adalah laki-laki warga Sidetapa yang menggunakan
busana khas tradisional Bali terbaik. Tradisi unik unik ini masih
turun-temurun oleh warga setempat, pernah suatu hari semestinya ritual
ini harus dirayakan, tidak dilakukan maka terjadi banyak bencana yang
terjadi.
Langganan:
Postingan (Atom)