Salah satu desa Bali Aga yang masih mempertahankan
pola hidup secara tradisional ada di kabupaten paling Timur pulau Bali,
yaitu Karangasem, memiliki tradisi dan prosesi unik perang pandan yang juga dikenal dengan nama mekare-kare atau mageret pandan.
Tradisi ini dirayakan di Desa Tenganan Dauh Tukad, lokasinya sekitar 10
km dari objek wisata Candidasa, 78 km dari Kota Denpasar, bisa ditempuh
sekitar 90 menit dengan kendaraan
bermotor ke arah timur laut dari Ibu Kota Bali.Sebelum prosesi perang
pandan dimulai, warga Tenganan melakukan ritual berkeliling desa.
Selain tradisi unik perang pandan yang merupakan warisan budaya
leluhur, Desa Tenganan mempunyai hasil karya seni yang sangat cantik dan
indah yaitu kain tenun gringsing yang proses pembuatanya sangat rumit,
dibuat dengan memakan waktu yang cukup lama dan warna alami dari
tumbuhan. Memang Tenganan sampai sekarang masih mempertahankan
tradisi-tradisi yang diwariskan, seperti tata cara kawin harus sesama
warga setempat, besar, bentuk dan letak bangunan serta pekarangan, juga
letak pura dibuat dengan mengikuti aturan adat yang secara turun-temurun
dipertahankan, sehingga Tenganan akan mejadi objek untuk pengembangan desa wisata.
Prosesi perang pandan atau mekare-kare di Tenganan merupakan upacara
persembahan untuk menghormati para leluhur dan juga Dewa Indra yang
merupakan Dewa Perang, yang bertempur melawan Maya Denawa seorang raja
keturunan raksasa yang sakti dan sewenag-wenang, yang melarang rakyatnya
menyembah Tuhan. Keyakinan beragama di Tenganan berbeda dengan Agama
Hindhu lainnya di bali, tidak mengenal kasta dan meyakini Dewa Indra
sebagai dewa Perang dan dewa dari segala Dewa. Untuk menhormati Dewa
Indra mereka melakukan upacara perang Pandan.
Upacara perang pandan ini, memakai senjata pandan berduri yang
perlambang sebuah gada yang dipakai berperang, perang berhadapan satu
lawan satu dan diikuti oleh para lelaki baik itu anak-anak, dewasa
maupun orang tua. Upacara perang pandan dirayakan pada bulan ke 5
kalender bali, selama 2 hari, setiap pertarungan berjalan singkat
sekitar 1 menit dilakukan bergilir selama 3 jam, walaupun akhirnya
mereka sampai mengeluarkan darah karena tertancap duri pandan, setelah
perang usai mereka bersama-sama membantu satu dan lainnya mencabuti duri
pandan dan meberi obat berupa daun sirih dan kunyit, sama sekali tidak
meninggalkan kesan permusuhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar